PBB Mendesak Segera Mengirimkan Bantuan Kemanusiaan ke Tanah Papua

0
1417
Pengungsi Nduga di Wamena, kabupaten Jayawijaya. (Elisa Sekenyap - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan keprihatinan serius tentang memburuknya situasi hak asasi manusia di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia. Hal tersebut pihaknya mengutip pelanggaran yang mengejutkan terhadap penduduk asli Papua, termasuk pembunuhan anak, penghilangan, penyiksaan dan pemindahan massal orang-orang.

Para ahli tersebut diantaranya adalah Francisco Cali Tzay, pelapor khusus untuk hak-hak masyarakat adat, Morris Tidball-Binz, pelapor khusus untuk eksekusi ekstrayudisial, ringkasan atau sewenang-wenang, dan Cecilia Jimenez-Damary, pelapor khusus untuk Hak Asasi Manusia Pengungsi Internal.

Para ahli itu menyerukan agar adanya akses kemanusiaan yang mendesak ke wilayah tersebut, dan mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan penuh dan independen terhadap pelanggaran yang dialami masyarakat adat.

“Antara April dan November 2021, kami telah menerima tuduhan yang menunjukkan beberapa contoh pembunuhan di luar proses hukum, termasuk anak-anak kecil, penghilangan paksa, penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, serta pemindahan paksa setidaknya 5.000 orang asli Papua oleh pasukan keamanan,” kata para ahli itu pada 1 Maret 2022.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Mereka memperkirakan jumlah keseluruhan pengungsi, sejak eskalasi kekerasan pada Desember 2018, antara 60.000 hingga 100.000 orang.

ads

“Mayoritas pengungsi di Papua Barat belum kembali ke rumah mereka, karena kehadiran pasukan keamanan yang kuat dan bentrokan bersenjata yang sedang berlangsung di daerah konflik.”

“Beberapa pengungsi tinggal di tempat penampungan sementara atau tinggal bersama kerabat. Ribuan penduduk desa yang mengungsi telah melarikan diri ke hutan, di mana mereka terkena iklim yang keras di dataran tinggi tanpa akses ke makanan, perawatan kesehatan, dan fasilitas Pendidikan,” ujar para ahli.

Selain itu kata mereka, tidak ada akses pengiriman bantuan ad hoc, lembaga bantuan kemanusiaan, termasuk Palang Merah. Akses mereka sangat terbatas, atau tidak ada sama sekali kepada para pengungsi.

“Kami sangat terganggu dengan laporan bahwa bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Papua dihalangi oleh pihak berwenang,” tambah para ahli.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

“Masalah gizi yang parah telah dilaporkan di beberapa daerah dengan kurangnya akses ke makanan dan layanan kesehatan yang memadai dan tepat waktu. Dalam beberapa insiden pekerja gereja telah dicegah oleh pasukan keamanan untuk mengunjungi desa-desa tempat pengungsi mencari perlindungan.”

“Akses kemanusiaan yang tidak terbatas harus segera diberikan ke semua wilayah di mana penduduk asli Papua saat ini berada setelah mengungsi. Solusinya yang bertahan lama harus segera dicari.”

Sejak akhir 2018, para ahli telah menulis surat kepada Pemerintah Indonesia pada kesempatan kesempatan, tentang berbagai dugaan insiden. “Kasus-kasus ini mungkin merupakan puncak gunung es mengingat akses ke wilayah tersebut sangat dibatasi, sehingga sulit untuk memantau kejadian di lapangan,” katanya lagi.

Mereka mengatakan situasi keamanan di dataran tinggi Papua telah memburuk secara dramatis sejak pembunuhan seorang perwira tinggi militer oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) di Papua Barat, pada 26 April 2021. Para ahli menunjuk penembakan dua anak, berusia 2 dan 6 tahun, pada tanggal 26 Oktober ketika peluru menembus rumah masing-masing selama baku tembak. Bocah 2 tahun itu kemudian meninggal dunia.

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

“Tindakan mendesak diperlukan untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung terhadap penduduk asli Papua,” kata mereka, seraya menambahkan pemantau independen dan jurnalis harus diberi akses ke wilayah tersebut.

“Langkah-langkahnya harus mencakup dan memastikan semua dugaan pelanggaran menerima penyelidikan menyeluruh, cepat dan tidak memihak. Investigasi harus ditujukan untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab, termasuk perwira atasan, dan jika relevan di bawa ke pengadilan. Pelajaran penting harus dipelajari untuk mencegah pelanggaran di masa depan.”

Para ahli kembali menyampaikan keprihatinan mereka kepada Pemerintah dan mereka mengakui Pemerintah telah mengirimkan balasan atas surat tudingan AL IDN 11/2021 tersebut.

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaBenny Wenda Disambut di Basque dan Meminta PBB Berdiri untuk HAM
Artikel berikutnyaUni Eropa Mendorong Indonesia Buka Akses PBB ke Tanah Papua