Persulit Temui Klien, LBH TKPN Nabire Sayangkan sikap Kasat Reskrim Puncak

0
705
Richardanny Nawipa (kiri) dan Oktovianus Tabuni, dua pengacara dari LBH Talenta Keadilan Papua di kabupaten Nabire - (Dok. LBH TKPN for Suara Papua)
adv
loading...

PANIAI, SUARAPAPUA.com— Penasehat hukum dua terdakwa dugaan kepemilikan senjata api dan penganiayaan, Irinus Telenggen dan Nias Wakerkwa, dari Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan Papua kabupaten Nabire (LBH TKPN) menyayangkan sikap Kasat Reskrim Polres Puncak dalam memahami hukum advokasi.

Hal itu disampaikan penasehat hukum kedua terdakwa, Oktovianus Tabuni dan Richardanny Nawipa kepada suarapapua.com, Selasa (15/4/2022), menanggapi sikap Kasat Reskrim Puncak, yakni penyidik pembantu yang mempersulit ketika meminta izin menemui kedua kliennya untuk menandatangani surat kuasa khusus, Senin (14/3/2022), di kantor kepolisian resor kabupaten Nabire untuk kepentingan sidang perkara.

Irinus Telenggen dan Nias Wakerkwa adalah terdakwa yang ditangkap dan ditahan atas dugaan kepemilikan senjata api secara ilegal dan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan ringan kepolisian Puncak di Puncak, pada 23 dan 24 Februari 2022.

Terdakwa Irinus Telenggen Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api secara ilegal atau tanpa ijin, dan Pasal 351 Ayat (1) dan (2) jo Pasal 55 jo Pasal 56 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan korban mengalami luka berat. Sedangkan Nias Wakerkwa, Pasal Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata secara ilegal atau tanpa ijin, dan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP jo Pasal 53 KUHP dan Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan korban mengalami luka ringan.

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

Keduanya jalani proses hukum dari tahanan Polres Nabire setelah dipindahkan dari tahanan Polres Puncak pada 3 Maret 2022.

ads

“Kami dua pergi hari Senin tanggal 14 kemarin untuk minta kedua klien kami tandatangan surat kuasa khusus. Sampai di sana, petugas piket sampaikan ke kami, sesuai instruksi Kapolres Nabire yang katanya meneruskan instruksi dari Kasat Reskrim Polres Puncak, kami harus didampingi penyidik atau penyidik pembantu dari Reskrim Polres Puncak. Tanpa itu tidak diperbolehkan,” jelas Okto dan Danny.

Lanjut mereka, karena pihaknya kesulitan untuk menghubungi, petugas piket memberikan nomor kontak salah satu penyidik pembantu bernama Eduard Rumbekwan. Setelah menghubungi dan menjelaskan maksud kedatangan mereka, kata keduanya, masih dipersulit.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

“Eduard ini bilang ke kami tidak bisa. Dia pakai alasan penyidik ada ke Jayapura. Kami tidak terima lalu tanya, berdasarkan alasan KUHP apa kami kuasa hukum dilarang ketemu klien kami untuk tanda tangan surat kuasa khusus. Kami baku debat, itu lewat telepon. Akhirnya setelah dimediasi Kasat Tahti Nabire, Eduard datang ketemu kami.”

Setelah Eduard datang pun, pihaknya masih dipersulit dengan alasan-alasan tidak rasional seperti meminta tunjukkan kartu anggota dan berita acara sumpah pengacara sebagai penasehat hukum.

“Dia sampai minta kasih tunjuk yang asli. Kami tidak terima lalu kami bilang, di pengadilan saja tidak perna hakim minta begitu, bapa ini mengerti hukum tidak dan atas dasar hukum apa? Eduard tidak balas, kemudian kami tanya sekarang bapak sudah lihat semua yang bapa minta, bisakah bapak ijinkan klien kami tanda tangan surat kuasa? Dia bilang sabar dulu, dia lapor atasannya. Setelah telepon, dia bilang atasan suruh kami tunggu karena penyidik ada ikut ujian di Jayapura. Kami baku tawar-menawar tapi tetap tidak bisa,” beber keduanya.

Baca Juga:  Sikap Mahasiswa Papua Terhadap Kasus Penyiksaan dan Berbagai Kasus Kekerasaan Aparat Keamanan

Keduanya menegaskan sangat menyayangkan cara kerja yang ditunjukkan Kasat Reskrim Puncak yang telah mempersulit kerja-kerja pihaknya dalam mengadvokasi masalah. Dimana sesuai pedoman KUHP secara jelas dan tegas menyangkutkan hak dan kewajiban bagi tersangka, polisi dan penasehat hukum semua sudah diatur.

“Namun dalam prakteknya melenceng jauh dari pada semua (aturan) itu. Yaitu sebagaimana termaktub dalam konstitusi Pasal 1 Ayat (3) UUD Tahun 1945 dan kedua berdasarkan Pasal 50 Jo Pas 68 UU NO. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP),” tegas keduanya.

Keduanya menambahkan untuk sidang kedua kliennya akan jalani terpisah. Tanggal 21 Maret 2021 akan digelar sidang pertama dengan agenda praperadilan untuk terdakwa Irinus Telenggen di Pengadilan Negeri Nabire.

“Sedangkan untuk klien kedua Nias Wakerkwa, besok (17/3/2022), kami akan daftar. Setelah itu kami akan tunggu sidang jadwalnya.”

Pewarta: Stevanus Yogi

Artikel sebelumnyaAsosiasi Papua Barat Australia Soroti Penembakan Dua Demonstran di Yahukimo
Artikel berikutnyaPengungsi Maybrat Minta Jaminan Keamanan Sebelum Dipulangkan ke Kampung Halaman