SORONG, SUARAPAPUA.com— Masyarakat korban pengungsi Maybrat meminta pemerintah, TNI, dan Polri untuk memberikan jaminan tertulis tentang keamanan dan kedamaian masyarakat Aifat Timur sebelum dipulangkan ke kampung masing-masing.
Hal tersebut disampaikan Yulianus Assem, salah satu korban yang telah mengungsi ke kota Sorong sejak pristiwa 2 September 2021. Ia menegaskan pemerintah kabupaten Maybrat agar tidak memaksakan masyarakat korban pengungsi untuk kembali ke kampung halaman tanpa jaminan keamanan yang jelas.
Ia pun menilai pemerintah kabupaten dan propinsi Papua Barat tidak serius menangani kasus yang terjadi di Maybrat.
“Sejak 2 September sampai sekarang, masyarakat mengungsi ke mana-mana, di hutan, kampung lain maupun di kabpaten terdekat. Kami tinggalkan kebun, hewan peliharaan, rumah dan harta benda lainnya. Kami pengungsi pulang jika jaminana keamanan diberikan oleh pihak pemerintah, TNI dan Polri. Mereka tanda tangan surat resmi bahwa mereka bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan masyarakat selama di kampung. Kami juga mau pulang apabila pihak TNI dan Polri telah tidak ada di sana [Maybart],” tegas Yulianus kepada suarapapua.com, Sabtu (12/03/2022).
Senada disampaikan, Lamberti Faan, salah satu perempuan muda korban pengungsi yang juga mengungsi di kampung lain yang lebih aman.
Ia mengatakan pemerintah harus menjamin keamanan berupa surat resmi yang ditandatangan oleh semua pihak dari keamanan, tokoh masyarakat, gereja, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
“Pemerintah harus punya jaminan bahwa keadaan di kampung sudah aman dan benar-benar ada pernyataan tertulis yang menjadi kesepakatan bersama antara pemerintah, TNI dan Polri, TPNPB-OPM diketahui gereja, dewan adat, LSM dan seluruh lapisan masyarakat. Sehingga ketika hal-hal yang dianggap mengganggu keamanan negara dan pihak keamanan langsung berurusan dengan TPNPB-OPM. Jangan mengganggu dan melibatkan masyarakat sipil,” papar Lamberti.
Ia pun meminta agar harus ada upaya trauma healing terhadap perempuan dan anak anak sebelum dipulangkan.
Sementara itu, Willem Assem, dari intelektual muda Aifat Timur Raya, menilai Pemerintah menekan para pengungsi untuk pulang kampung tanpa dasar yang kuat. padahal katanya, pemerintah Maybrat sudah tidak memperhatikan pemenuhan kebuthan pangan, kesehatan, dan pendidikan korban pengungsi.
“Bupati Maybrat menekan pengungsi untuk pulang atas dasar apa? Harusnya ada surat resmi tertulis tentang jaminan keamanan para pengungsi yang telah mendapatkan kesepakatan bersama pihak keamanan, pemerintah, gereja, dan masyarakat, sehingga terjadi sesuatu ada pihak yang bertanggungjawanb.”
“Pemerintah juga harus bertanggungjawab atas kerusakan dan kerugian yang telah dialamai masyarakat sebelum dipulangkan ke kampung masing-masing. Bupati janji penuhi kebutuhan para pengungsi, tapi sampai saat ini semua kebutuhan para pengungsi sudah tidak diperhatikan oleh pemerintah Maybrat. Kebutuhan anak sekolah, para pengungsi, dan mereka yang telah ditahan kelurga tangung sendiri. Dimana janji dan tanggungjawab pemerintah,” pungkas Willem dengan nada kesal.
Pewarta: Maria Baru
Editor: Elisa Sekenyap