Badan pengurus KNPB Pusat saat membacakan pernyataan sikap dan seruan menjelang peringatan New York Agreement 15 Agustus 1962, Kamis (10/8/2023) di depan putaran taksi Perumnas III Waena. (Ardi Bayage - Suara Papua)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Jelang peringatan 61 tahun lahirnya New York Agreement, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyampaikan beberapa sikap dan seruan menyikapi situasi Papua hari ini dengan fakta sejarah masa lalu.

Saat membacakan pernyataan sikap dan seruan dari putaran taksi Perumnas III Waena, Jayapura, Kamis (10/8/2023), badan pengurus KNPB Pusat menyatakan hari lahirnya New York Agreement akan diperingati 15 Agustus 2023.

KNPB menguraikan sejak 61 tahun yang lalu bangsa Papua dikorbankan oleh konspirasi Amerika dan Indonesia melalui New York Agreement 15 Agustus 1962. Persetujuan itu memaksakan Belanda sebagai koloni atas wilayah West Papua untuk melepaskan West Papua ke Indonesia karena misi terselubung terhadap eksploitasi sumber daya alam di Tanah Papua.

“Kita perlu ketahui bahwa New York Agreement adalah sebuah kesepakatan awal antara Belanda dengan Indonesia yang dibuat atas desakan Amerika tanpa memperhatikan hak-hak fundamental bangsa-bangsa yang tertuang di dalam Piagam PBB. Dimana bangsa Papua sebagai wilayah koloni Belanda pernah dimasukan ke dalam datar wilayah tak berpemerintahan sendiri di Komite Dekolonisasi untuk dipersiapkan menjadi sebuah negara merdeka sesual dengan Ketentuan Piagam PBB Pasal 73 yang menekankan kewajiban pemberian kemerdekaan bagi wilayah-wilayah jajahan,” ujar Agus Kossay, ketua umum KNPB Pusat.

Dikemukakan, posisi Belanda waktu itu sebagai penguasa administrasi West Papua telah berjalan sesuai dengan Ketentuan Piagam PBB, di mana hal itu bisa dilihat pada catatan-catatan sejarah bangsa bahwa pada tahun 1947 Belanda, Prancis dan Inggris telah menyepakati percepatan pembangunan wilayah-wilayah Pasifik Selatan dengan sebuah persetujuan yakni Canberra Agreement yang hasilnya terbentuk Komisi Pasifik Selatan (South Pasific Commition) pada 6 Februari 1947 dan berkedudukan di Noumea, Kaledonia Baru.

ads

“Komisi itu terbentuk untuk mempercepat pembangunan wilayah-wilayah tidak berpemerintahan untuk selanjutnya diberikan hak kepada bangsa-bangsa koloni itu untuk menentukan nasib sendiri, termasuk West Papua,” katanya.

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

Berdasarkan semangat dekolonisasi itu, ungkap KNPB, Belanda mengeluarkan ketetapan nomor 1 tahun 1950 tentang pembangunan wilayah Nederland Niuew Guinea atau West Papua yang kemudian dibagi dalam 20 tahun persiapan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur dan persiapan pemerintahan yang direncanakan mulai berjalan sejak 1951 hingga 1971.

“Berdasarkan hal itu, pemerintah Nederland Nieuw Guinea mulai membangun wilayah West Papua dengan dibukanya sekolah pemerintahan, akademi kepolisian, akademi militer, sekolah kedokteran dan juga pelatihan-pelatian teknik bangunan dan otomotif sejak 1951 sampai dengan 1960. Dan pada tahun 1960 telah ada lebih dari 400 orang terdidik di Papua yang dipekerjakan mulai dari kepala-kepala distrik, guru dan petugas-petuas kesehatan. Kemudian pada tahun itu juga dibentuk satuan kepolisian Papua dan satu Batalyon,” tulisnya dalam rilis.

Masa persiapan dalam 10 tahun pembangunan pertama wilayah West Papua sebagai tahapan awal menuju penentuan nasib sendiri bangsa Papua. Kemudian tahapan kedua yakni 10 tahun pembangunan berikut direncanakan dimulai sejak 1961-1971. Proses 10 tahun pembangunan berikutnya adalah dengan mempersiapkan pemerintahan dan system politik bangsa Papua, sehingga dimulai dengan lahirnya partai-partai politik sebanyak 12 partai hingga membentuk Nieuw Guinea Raad dan diresmikan 5 April 1961.

“Sejak 19 Oktober 1961, NGR melakukan sidang pertamanya dan melakukan penetapan manivesto politik bangsa Papua yang berisi kehendak bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang merdeka dengan atribut negara antara lain nama bangsa. Bendera bangsa, lagu kebangsaan dan motto kebangsaan. Tuntutan itu kemudian diajukan kepada pemerintah Nederland Niuew Guinea dan pemerintah Kerajaan Belanda untuk mulai diberlakukan sejak 30 November 1961. Tetapi Belanda menyetujui dan mulai mengakui kedaulatan Papua secara defacto sejak 1 Desember 1961 melalui pengibaran bendera Bintang Fajar berdampingan dengan bendera Kerajaan Belanda,” urainya.

Baca Juga:  Hindari Jatuhnya Korban, JDP Minta Jokowi Keluarkan Perpres Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

“Itulah fakta sejarah bahwa bangsa Papua adalah bangsa yang berdaulat, namun dikorbankan melalui kepentingan imperialisme Indonesia dan kapitalisme Amerika melalui invasi Trikora 19 Desember 1961 dan New York Agreement 15 Agustus 1962.”

Untuk itu, KNPB sebagai media rakyat di seluruh West Papua perlu memperingati hari New York Agreement sebagai momentum sejarah yang tak terlupakan sekaligus menjadi bahan perenungan generasi bangsa Papua saat ini.

“Hal berikut yang perlu digarisbawahi bahwa KNPB memiliki agenda tunggal yaitu referendum sebagai jalan menuju pencapaian hak penentuan nasib sendiri,” ujar Agus.

“Untuk itu, sebagai pejuang yang bertahan dalam perjuangan kita perlu mempertegas hak penentuan nasib sendiri yang belum terlaksana sebagaimana ketentuan New York Agreement karena manipulasi tindakan pemilihan bebas yang dibuat oleh Indonesia melalui Pepera 1969 adalah kejahatan dan penghianatan terhadap ketentuan perjanjian New York yang mengatur tata cara pelaksanaan hak penentuan nasib sendiri bangsa Papua itu yakni one man, one vote,” bebernya.

Pernyataan Sikap

  1. Kami rakyat pribumi Papua Barat tidak pernah dan tidak akan pernah menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk menduduki wilayah kamí Papua Barat.
  2. Proses memasukan wilayah kami Papua Barat kedalam penguasa NKRI mulai dari tahun 1953 hingga tahun 1969 atas kerja sama Indonesia, Amerika Serikat, Belanda dan PBB adalah suatu rekayasa yang penuh dengan pelanggaran terhadap standar-standar dan prinsip hukum internasional Karena kami selaku pemilk wilayah Papua Barat tidak pernah dilibatkan dalam pertemuan dan perjanjian-perjanjian internasional yang membicarakan status politik wilayah kamí Papua Barat.
  3. NKRI melalui operasi-operasi tumpasnya telah membunuh sebagian besar penduduk pribumi Papua Barat sejak Daerah Operasi Militer (DOM) diterapkan di Papua Barat tahun 1963.
  4. Siapapun yang mendukung manuver politik yang sedang diberlakukan melalui Otonomi Khusus jilid II, pemekaran, Pikada, Pileg, pembentukan MRP dan lain-lain, di atas tanah air kami Papua Barat adalah aktor penindas rakyat.
  5. Maka kami tidak mengakui keberadaan pemerintahan Republik Indonesia serta seluruh lembaga-lembaga negara Indonesia yang ada di atas tanah air Papua Barat.
  6. Indonesia dan Papua Barat sebagai subjek hukum internasional agar segera mengembalikan status politik Papua Barat ke meja hukum internasional untuk membuktikan secara jujur dan bijaksana demi kemanusiaan dan keadilan bangsa Papua Barat.
  7. Segera mengambil kemauan politik untuk menggelar referendum secara demokratis di Papua Barat dibawah pengawasan PBB demi mencapai solusi final atas konflik politik di Papua Barat.
  8. Hentikan pendekatan militeristik dalam penyelesaian masalah Papua Barat, karena cara-cara itu kuno di era demokrasi yang terbuka.
  9. Menuntut dengan tegas PT Freeport Indonesia segera ditutup, termasuk seluruh investor asing yang lain yang beroperasi di atas Tanah Papua.
  10. Menuntut Pemerintah Indonesia segera bebaskan Tapol dan Napol Papua. Dengan alasan makar dan separatis yang dilimpahkan kepada Tapol dan Napol Papua tidak merujuk pada arti sesungguhnya kata “makar” dan “separatis”.
  11. Bebaskan tahanan rasis tuan Victor Yeimo Cs yang sesungguhnya bukan pelaku rasis.
Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Seruan

  1. Segera lakukan konsolidasi aksi damai memperingati New York Agreement 15 Agustus 1962 dan memperingati hari rasisme bagi bangsa Papua.
  2. Kegiatan untuk memperingati hari New York Agreement dapat dilakukan dalam bentuk demonstrasi atau mimbar bebas, diskusi, seminar, debat publik, ibadah dan sebagainya sesuaikan kondisi wilayah masing-masing.
  3. Tema umum “PBB segera tinjau New York Agreement 15 Agustus 1862”. []
Artikel sebelumnyaSurat Balasan Polresta Sorong Dinilai Diskriminatif Rasial
Artikel berikutnyaDemi KEK Menteri Bahlil Lahadalia Pasang Badan, Klagilit: Ko Pu Tanah Dimana?