Nico Wamafma: Hutan dan Tanah Papua Dalam Ancaman Investasi

0
2085

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat, hutan dan tanah Papua sedang berada dalam ancaman investasi berbasis lahan (Perkebunan, HPH/HTI dan Tambang) yang dikontrol langsung oleh negara secara sistematis.

Hal tersebut disampaikan Juru Kampanye Hutan Papua “Greenpeace” Asia Tenggara – Indonesia, Nicodemus Wamafma.

Menurutnya, kondisi hutan Papua semakin hari gundul lantaran perusahaan-perusahaan ilegal yang secara hukum tidak mendapat izin operasi untuk mengambil kayu, terlebih lagi pembalakan liar atau deforestasi hutan yang dilakukan secara terselubung di Papua.

“Saya sebagai anak adat Papua sangat marah melihat tutupan hutan Papua yang terus-menerus berkurang luas dan juga kualitas hutannya. Padahal tanah dan hutan adalah identitas diri dan budaya kita manusia Papua, sebab seluruh kehidupan dan praktek adat budaya kita sangat bergantung pada tanah dan hutan yang dimiliki oleh tiap suku di tanah Papua,” kata Nico kepada suarapapua.com, Selasa (26/5/2020).

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Kata dia, hari ini deforestasi yang selama bertahun-tahun terjadi pada hutan alam di Sumatera dan Kalimantan oleh kehadiran perkebunan kelapa sawit, industri pulp dan HPH yang berijin maupun illegal sedang dipindahkan ke hutan surga di tanah Papua.

ads

Data Greenpeace menunjukan bahwa antara 2011 – 2018, tanah Papua kehilangan tutupan hutan bahkan mencapai 400.000 ha, atau setara dengan 315,2 Mt emisi CO2. Laju kehilangan hutan di tanah Papua meningkat dari tahun ke tahun, dari 12.135 Ha (0,05%) pada 2000 menjadi 100.000 Ha pada 2015, meskipun ada penurunan sekitar 50.000 Ha pada 2017.

Hutan surga di tanah Papua terus mengalami degradasi dan deforestasi akibat laju pembangunan (Otonomi Daerah/Pemekaran Wilayah) yang membutuhkan lahan untuk pembangunan infrastruktur pemukiman, kantor dan jalan serta meningkatnya investasi berbasis lahan.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

“Dari data yang ada, pemicu utama deforestasi sesungguhnya adalah konsesi perkebunan sawit, HPH dan (HTI) dalam skala besar. Di dalam HPH dan HTI banyak terjadi praktek-praktek pembalakan liar untuk keperluan pembersihan lahan untuk ditanami kelapa sawit, artinya bahwa deforestasi di tanah Papua memang direncanakan sistematis dan diberikan ijin oleh Negara,” ujarnya.

Sementara itu, Dewan Pendiri Papua Forest Watch (PFW), Charles Tawaru mengatakan tindakan ilegal dalam proses pengambilan kayu di tanah Papua dilakukan oleh para investor, perusahaan dan juga pengusaha tanpa dibekali surat izin operasi seperti IUPHK, IPK dan izin industri kayu.

“Walaupun mereka punya surat-surat itu, tetapi kalau pihak perusahaan tidak melakukan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK), maka itu disebut kayu ilegal,” kata Tawaru.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

Kata dia, rata-rata deforestasi di Papua terjadi karena ekspansi perkebunan sawit dalam skala luas.

“Karena hampir seluruh wilayah-wilayah bekas HPH di Papua sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit,” ujarnya.

Ia menjelaskan pembalakan liar di Papua masih terjadi sampai saat ini. Kata dia, banyak penyimpangan yang dilakukan dalam melakukan aksi pencurian kayu, padahal kayu yang dicuri tersebut tidak memiliki izin verifikasi serta dinilai bertindak ilegal.

“Yang melakukan verifikasi itu ada lembaga khusus yang sudah memiliki legalitas, dinas kehutanan pun tidak bisa. Biasanya mereka melakukan pembalakan liar itu dengan cara ambil surat izin penguatan di industri supaya meloloskan mereka saat pemeriksaan di pos. Dan itu merupakan surat copian, tidak asli,” imbuhnya.

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaLima Tapol Papua Bebas Setelah Jalani Hukuman 9 Bulan Penjara
Artikel berikutnyaPemkab Puncak Diminta Transparan soal Penggunaan Anggaran Covid-19