Evaluasi Manajemen Konflik Papua dari Presiden ke Presiden

0
2198

Oleh: Paskalis Kossay)*

Sekedar melihat kembali perkembangan konflik papua dari waktu ke waktu dalam pemerintahan ke-7 presiden Republik Indonesia.

1. Presiden Soekarno

Merebut kembali papua mengintegrasikan dalam NKRI dengan diplomasi dan perlawanan terhadap Belanda yang masih menguasai papua.

2. Presiden Soeharto

ads

Mengkonsolidasikan papua tetap menjadi bagian integral dari NKRI dengan pendekatan otoriter militeristik, menetapkan status papua sebagai daerah operasi militer ( DOM ).

Selama 30 tahun jaman Soeharto isu papua menjadi tabu dan menakutkan sehingga tidak berkembang bebas sebagai komoditas politik publik.

Baca Juga: Untuk Perjelas Situasi, Harus Buka Akses Informasi di Papua

3. Presiden BJ. Habibie

Masalah papua mulai terkuak ke ruang publik bersamaan dengan bergulirnya tuntutan reformasi penyelenggaraan sistem demokrasi pemerintahan di Indonesia.

Presiden Habibie, mempersilahkan rakyat papua bebas menyuarakan hak politiknya , menerima 100 orang tokoh papua di Istana Negara Jakarta lalu berpesan, pulang dan merenungkan.

Baca Juga: Sutiyoso Sebut KNPB, TPNPB dan ULMPW Ada Dibalik Aksi Anarkis di Papua

4. Presiden KH. Abdulrachman Wahid

Presiden Gus Dur mendengar dengan cermat suara hati rakyat papua lalu memutuskan beberapa kebijakan politik negara yang bersifat fundamental serta monumental, antara lain:
a. Memutuskan Papua dan Aceh diberikan Otonomi Khusus.
b. Memperbolehkan papua digunakan sebagai nama daerah dan nama suku bangsa dari sebelumnya Irian Jaya. Maka secara hukum ditetapkan dalam UU Otsus Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua serta suku bangsa papua.
c. Membolehkan bendera bintang kejora dikibarkan bersama – sama dengan bendera merah putih tetapi tidak lebih tinggi dari merah putih dan tidak dijadikan sebagai simbol kedaulatan tetapi dijadikan sebagai lambang daerah panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang papua.
d. Memberikan dana 1 M untuk penyelenggaraan hajatan besar Kongres Rakyat Papua II di Jayapura. Hasil rumusan Kongres itulah menjadi dasar pijakan perumusan materi rancangan undang – undang Otsus sekarang.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Dengan kebijakan yang monumental dan mendasar tersebut diatas, Gus Dur mampu menarik hati rakyat papua, meredahkan situasi politik yang memanas waktu itu. Situasi politik papua normal kembali.

Baca Juga: Penyerangan Minggu Pagi ke Asrama Nayak, Begini Kronologisnya

5. Presiden Megawati Soekarnoputri

Situasi politik papua jaman Presiden Megawati kembali memanas, antara lain:
a. Pembunuhan tokoh besar rakyat papua almarhum Theys Hiyo Eluay ( 11/11-2011 ).
Situasi politik kembali memanas karena aspirasi merdeka mulai berkembang dikalangan rakyat papua.
b. Membelah Provinsi Papua menjadi dua provinsi yaitu provinsi papua dan provinsi papua barat melalui Inpres No 1 tahun 2003. Dampak dari kebijakan tersebut menimbulkan kekacauan hukum dalam penerapan UU Otsus.

Oleh karena dalam amanat UU Otsus wilayah provinsi papua hanya satu yaitu wilayah yang dulunya disebut provinsi Irian Jaya dari Sorong di ujung Barat sampai Merauke dan Jayapura di ujung Timur.

Dampak dari Inpres ini menimbulkan pro – kontra diantara sesama orang papua lalu muncul ketidakpercayaan rakyat papua kepada pemerintah dan negara Republik Indonesia semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan pengembalian UU otsus kepada DPRP dan MRP oleh rakyat papua.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Baca Juga: Diperintahkan Kapolri, Kapolda Papua Terbitkan Maklumat

6. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Masa Presiden SBY isu masalah papua tetap fluktuatif naik turun panasnya. Karena itu ada beberapa kebijakan yang diambil SBY untuk meredakan suhu politik papua, antara lain:

a. Presiden SBY mendorong lahirnya PP No 54 tahun 2004 tentang pembentukan MRP. Dalam jamannya juga keberadaan MRP dipecah dua yaitu MRP Provinsi Papua dan MRP Provinsi Papua Barat.

b. Mengeluarkan Inpres No 5 tahun 2007 tentang New Deal for Papua, yang isinya mendorong percepatan pembangunan dibidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi dalam mengejar peningkatan kualitas kesejahteraan rakyat. Namun tidak berhasil mewujudkan capaian target.

c. Dalam jaman SBY juga mengeluarkan kebijakan Pepres No 6 Tahun 2011 tentang Percepatan pembangunan provinsi papua dan provinsi papua barat dengan membentuk unit pelaksana yang disebut UP4B. Unit ini bekerja cukup efektif sehingga tensi politik papua sedikit turun.

d. Selain itu di jaman SBY dikeluarkan beberapa paket kebijakan yang sifatnya afirmasi pemberdayaan pengusaha orang asli papua dalam pengelolaan proyek pemerintah yang bersumber APBN maupun APBD.

Demikian juga mendorong percepatan pembangunan infrastruktur dasar, membuka beberapa ruas jalan trans papua, dimana saat ini sedang diteruskan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Enam Orang Jadi Tersangka Makar, Dua Orang Dibebaskan

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

7. Presiden Joko Widodo

Dalam pemerintahan Presiden Jokowi suhu politik papua terus meningkat tajam. Ada beberapa kebijakan yang pernah dijanjikan tetapi belum terwujud, seperti:
a. Pembebasan jurnalis asing masuk papua.
b. Penyelesaian masalah Ham papua khususnya kasus paniai 14 Desember 2014.
c. Pembebasan tanpa syarat seluruh tapol/napol, selain pembebasan 5 orang tapol dari LP Abepura 2015 lalu.

Selain itu Presiden Jokowi mendorong beberapa program pembangunan papua dan papua barat, namun dampaknya tidak signifikan untuk meredam suhu politik papua saat ini.
Di jaman presiden Jokowi isu politik papua sudah semakin mendunia. Dukungan politik dari berbagai kelompok dunia terus meningkat. Di kawasan negara – negara pasifik selatan misalnya, dukungan terhadap isu papua terus meningkat, bahkan sudah dibawa ke forum PBB terutama masalah pelanggaran HAM.

Di dalam negeri, suhu politik papua terus meningkat tajam. Aksi – aksi gerakan papua merdeka terus meluas disertai dengan tindakan kekerasan dan konflik bersenjata antara TPN OPM dengan TNI / POLRI. Sampai hari ini masalah konflik Nduga menjadi beban negara ini, namun Jokowi tidak mampu menemukan solusi.

Belum selesai masalah Nduga, kini muncul masalah Rasisme, yang berdampak luas. Direspons dengan aksi – aksi destruktif oleh rakyat papua. Namun Presiden Jokowi tetap santai menyikapi masalah Rasisme ini. Padahal dampak politisnya cukup luas mempengaruhi konstelasi politik nasional.

)* Penulis adalah politikus dan tinggal di Papua

Artikel sebelumnyaUntuk Perjelas Situasi, Harus Buka Akses Informasi di Papua
Artikel berikutnyaPolisi Tetapkan 20 Tersangka Demo Tolak Rasis Berujung Anarkis di Papua Barat