MANOKWARI, SUARAPAPUA.com — Septinus Meidodga ditahan sejak 18 September 2019 atas tuduhan melanggar Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE), akhirnya dibebaskan dari rumah tahanan (Rutan) Polres Manokwari, Papua Barat, Kamis (6/2/2020) lalu.
“Benar, klien kami atas nama Septinus Meidodga dilepaskan oleh Jaksa Muslim pada hari Kamis jam lima sore,” kata Yan Christian Warinussy, koordinator Advokasi Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari kepada suarapapua.com, Sabtu (8/2/2020) pagi.
Baca Juga: LP3BH Advokasi Tiga Tahanan Papua di PN Manokwari
Septi nama sapaan akrabnya divonis bersalah melakukan tindak pidana ITE. Ia dipidanakan empat bulan 20 hari dalam penjara. Aparat membekuk aktivis HAM dan demokrasi itu di depan Kantor Bupati Manokwari yang lama (bekas Mapolda Papua Barat) di Jalan Sujarwo Condronegoro, Manokwari.
Menurut Warinussy, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan pidana dari Jaksa selama tujuh bulan dan 20 hari.
“Sesuai perhitungan tim penasehat hukum LP3BH, Septi akan dilepas dari Rutan pada hari Minggu 9 Februari 2020 mendatang. Tetapi ternyata dia sudah dikeluarkan sebelum tanggal yang kami targetkan,” jelasnya.
Baca Juga: Ikut Sidang Perdana, Polisi Kawal Septi Meidodga Seperti Penjahat
Bebasnya Septi Meidodga dari jeratan hukum usai menjalani proses hukum dan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, menurut Warinussy, tentu saja karena adanya dukungan dan perhatian dari berbagai pihak selama empat bulan sejak ditangkap aparat keamanan.
Dibebaskan lebih cepat dua hari sesuai ketetapan pihak kejaksaan dalam berkas perkaranya, Septi tak tahu alasan dan pertimbangannya.
Bagi dia, setelah bebas dari penjara perlu ucapkan terima kasih kepada seluruh rakyat Papua, para aktivis HAM dan pro-demokrasi di Indonesia.
“Ya, ini karena ada dukungan dan doa dari semuanya. Saya berterima kasih banyak,” ucap Septi.
Baca Juga: Polda Papua Barat Diminta Bebaskan Empat Aktivis Mahasiswa
Septi ditangkap dan dipenjarakan hingga disidangkan di PN Manokwari karena diduga menulis ungkapan yang dianggap kurang bijak di laman media sosial. Ungkapannya itu menurut pihak penyidik menanggapi aksi massa terkait rasisme pada 19 Agustus 2019 di Manokwari.
Di akun facebook pribadi Septi dituding menulis pernyataan yang berpotensi memprovokasi massa saat situasi Papua sedang memanas dan sementara dalam upaya direndam aparat agar tak berujung ricuh.
Baca Juga: Rusuh Manokwari, (Target) Apa Yang Dibidik
Sementara, tiga tersangka lainnya, Erik Aliknoe, Yunus Aliknoe, dan Pende Mirin yang juga sudah empat bulan mendekam di Rutan Polda Papua, masih menjalani proses persidangan di PN Manokwari. Sidang perdana pada Kamis (6/2/2020) dengan agenda pembacaan surat dakwaan dari JPU.
Warinussy mengatakan, sidang digelar setelah berkas perkara kliennya telah dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sejak Rabu (29/1/2020) lalu.
Baca Juga: LP3BH Dukung Penghapusan Pasal Makar dalam KUHP
LP3BH menurutnya dipercayakan mengadvokasi kasus ketiga klien yang diamankan aparat keamanan pada Kamis (19/9/2019) di pinggir jalan raya Amban Manokwari.
Penandatanganan surat kuasa hukum dari LP3BH Manokwari berlangsung di Rutan Polda Papua Barat, Sabtu (31/1/2020) yang dihadiri ketiga tersangka dan dua advokat Thresje Juliantty Gaspersz dan Karel Sineri.
Ijin akses dari Kapolda Papua Barat melalui Direktur Tahanan dan Barang Bukti (Dirtahti), kata Yan, patut diapresiasi karena dengan begitu memudahkan proses pendampingan kepada kliennya selama proses persidangan berlangsung.
Baca Juga: Aparat Bersenjata Datangi Kantor LP3BH, Kapolda Papua Barat: Kami Hanya Pantau
“Penasehat hukumnya dari tim LP3BH, akan mendampingi dan membela mereka tiga sesuai amanat perundang-undangan bagi setiap warga negara,” katanya.
Ia menambahkan, Erik, Yunus dan Pende ditangkap, ditahan, dan diproses hukum atas tuduhan melakukan tindak pidana di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, yang terjadi Selasa (3/9//2019) sekitar pukul 12.00 WIT di Jalan Gunung Salju, depan Polsek Amban, Manokwari.
Pewarta: Charles Maniani
Editor: Markus You